PENINGKATAN KAPASITAS SDM PANAS BUMI
Upaya peningkatan kapasitas SDM dilakukan di ITB melalui Pendirian Program Studi Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi, pelatihan, seminar, pembuatan data base panas dan sejumlah perangkat lunak bidang rekayasa panas bumi, pembuatan Interactive-CD, serta melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan panas bumi untuk melakukan studi atau pengembangan sistim.
3.1 Peningkatan kapasitas SDM melalui Program Magister Teknik Panas Bumi
ITB telah merintis persiapan SDM panas bumi sejak tahun 1985, dengan (1) mengirimkan beberapa staf pengajarnya mempelajari panas bumi di luar negeri, khususnya di New Zealand dan Jepang, dan (2) memasukkan 1-2 mata kuliah panas bumi di Kurikulum Program Studi Teknik Perminyakan, Geologi, Teknik Pertambangan dan Teknik Geofisika.
Gagasan pendirian Program Studi Panas Bumi di ITB muncul pada tahun 1996, namun mempertimbangkan situasi industri panas bumi pada tahun 1997 yang tidak mendukung, karena seluruh proyek panas bumi di Indonesia ditunda pelaksanaannya melalui Kepress 39/1997, maka rencana tersebut ditunda. Rencana pendirian Program Studi Panas Bumi di ITB mulai dirintis kembali pada awal tahun 2005, tidak lama setelah Pemerintah menetapkan Road Map Pengelolaan Energi Panas Bumi 2004-2025.
Pendirian Program Studi Panas Bumi dipandang perlu karena sistem panas bumi sangat berbeda dengan sistem minyak dan gas, tidak hanya dari jenis fluida yang terkandung didalamnya tetapi juga dari cara terbentuknya, temperatur dan karakteristik batuan reservoirnya. Perbedaan-perbedaan tersebut menyebabkan teknik-teknik yang dilakukan dalam eksplorasi eksploitasi dan utilisasi panas bumi tidak sepenuhnya sama dengan yang dilakukan di bidang perminyakan. Disamping itu, untuk mendukung pengembangan panas bumi diperlukan SDM yang memperoleh pendidikan panas bumi secara terpadu, mulai dari eksplorasi, eksploitasi hingga utilisasinya.
Berpedoman pada visi, misi dan tujuan, serta sejalan dengan rencana strategis Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral (FIKTM) ITB, yang sekarang menjadi dua Fakultas, yaitu Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) dan Fakultas Ilmu dan Teknik Kebumian (FITB), Program Magister Akademik Berorientasi Terapan “Teknik Panas Bumi” dimulai pada pertengahan tahun 2008. Jumlah masukan untuk tahap awal ditargetkan 30 mahasiswa/tahun. Pengetahuan yang diberikan di Program Magister Akademik Berorientasi Terapan “Teknik Panas Bumi” bersifat spesialisasi dan aplikatif. Program pendidikan dibagi dalam dua bidang, yaitu Teknik Eksplorasi dan Rekayasa.
UNDP menyatakan bahwa peningkatan kapasitas (Capacity Building) merupakan proses jangka panjang yang berkelanjutan dan membutuhkan partisipasi stakeholders, yaitu menteri, departemen, lembaga pemerintah terkait, pemerintah daerah, asosiasi profesi, akademisi dan lembaga/institusi lainnya. Untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM panas bumi Indonesia melalui Program Magister Akademik Berorientasi Terapan Teknik Panas Bumi, ITB memerlukan dukungan Pemerintah, yaitu berupa pemberian beasiswa kepada mahasiswa sebagaimana dilakukan oleh Pemerintah New Zealand kepada para peserta Geothermal Diploma Course (10 bulan) dan mahasiswa program magister dan doktor yang mendalami geothermal di University of Auckland (2-5 tahun), baik kepada peserta yang berasal dari Indonesia dan maupun dari negara berkembang lain.
Beasiswa diberikan Pemerintah New Zealand kepada 30 orang mahasiswa pertahun, dimana 10 orang diantaranya umumnya adalah berasal dari Indonesia, tidak terbatas hanya untuk pegawai pemerintah, perguruan tinggi, akan tetapi juga untuk mereka yang bekerja di industri dan konsultan panas bumi. Maksud dari pemberian beasiswa tersebut adalah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di negara mereka masing-masing.
Dukungan lain yang dibutuhkan ITB adalah mensponsori kedatangan dosen tamu, baik dari perusahaan panas bumi maupun dari perguruan tinggi di luar negeri, serta membantu memenuhi kebutuhan komputer dan sarana pendukung proses belajar-mengajar lainnya.
3.2 Peningkatan kapasitas SDM Melalui Pelatihan dan Seminar
Untuk mendukung peningkatan kapasitas SDM panas bumi Indonesia, pelatihan singkat perlu dilakukan secara berkesinambungan, khususnya pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi di propinsi dimana terdapat area panas bumi yang akan dilelang, dieksplorasi dan dikembangkan. Pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi pernah dilakukan ITB bekerjasama dengan Pemerintah New Zealand (University of Auckland) dan BPPT pada tahun 1994, 1995 dan 1996, yaitu dengan melaksanakan Program Geothermal “Teaching the Teachers”.
Pelatihan ini diberikan selama 2-3 minggu setiap tahunnya, dengan pengajar dari Geothermal Institute-University of Auckland dan dari ITB. Pemerintah New Zealand memberikan sponsorship untuk biaya transportasi dan akomodasi pengajar dari University of Auckland, sedangkan BPPT memberikan bantuan biaya transportasi dan akomodasi bagi peserta dari luar kota.
Untuk mempercepat peningkatan kapasitas SDM panas bumi di Indonesia, khususnya di luar Jawa, program serupa perlu dilaksanakan dimasa yang akan datang. Pengajar dapat dari ITB, atau gabungan dengan pengajar dari Perguruan Tinggi lain. Dengan memberikan pelatihan kepada staf pengajar Perguruan Tinggi, diharapkan mereka dapat memberikan pengetahuan dan pelatihan mengenai panas bumi kepada masyarakat setempat, mahasiswa dan staf pemerintah daerah. Para staf pengajar tersebut juga dapat membantu Pemerintah Daerah dalam proses lelang, mengingat Pemerintah mensyaratkan adanya wakil Perguruan Tinggi dalam panitia lelang.
Untuk lelang WKP panas bumi yang beberapa waktu terakhir ini dilaksanakan, ITB diminta bantuannya oleh Ditjen Mineral Batubara dan Panas Bumi dan Pemerintah Daerah untuk menugaskan beberapa staf pengajarnya menjadi anggota panitia lelang, namun karena keterbatasan jumlah SDM panas bumi di ITB, tidak semua permintaan dapat dipenuhi.
Untuk pelatihan panas bumi yang berkesinambungan, ITB membutuhkan dukungan Pemerintah, sebagaimana dilakukan Pemerintah New Zealand pada tahun 90an dengan memberikan beasiswa kepada para peserta pelatihan Teknik Reservoir Panas Bumi (3 bulan) dan Pelatihan Lingkungan Panas Bumi (3 bulan), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari negara lain.
Program pelatihan panas bumi untuk SDM di industri umumnya dilaksanakan atas permintaan industri kepada ITB, antara lain atas permintaan PT AMOSEAS dan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Dengan PT PERTAMINA pada tahun 2005, ITB telah menandatangani Nota Kesepahaman (MOU) untuk kerjasama dalam bidang penelitian, pendidikan/pelatihan, ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang energi. Pada tahun 2006 telah ditandatangani pula piagam kerjasama antara ITB, UGM, dan UI dengan PT. PERTAMINA dan PT. REKAYASA INDUSTRI (REKIN) untuk kerjasama pengembangan sumberdaya manusia dalam bidang geothermal.
Dengan mengacu pada MOU tersebut, beberapa pelatihan panas bumi telah diselenggarakan sejak tahun 2006, dikoordinir oleh PT PGE dan REKIN, dengan staf pengajar dari ITB, UI dan UGM. Atas permintaan beberapa industri panas bumi, beberapa staf pengajar ITB juga telah membantu penyebaran informasi/pengetahuan mengenai panas bumi kepada masyarakat dan kepada wartawan/jurnalists beberapa media.
ITB juga memberikan fasilitas komunikasi dan pertukaran informasi/pendapat mengenai panas bumi melalui seminar panas bumi yang dilaksanakan Program Studi Magister Teknik Panas Bumi setiap dua minggu. Seminar ini terbuka untuk umum dan peserta tidak dipungut bayaran.
3.2 Pembuatan Data Base dan Perangkat Lunak
Untuk mendukung pengembangan panas bumi di Indonesia, sejak tahun 1997 Lab. Geothermal ITB telah mengembangkan beberapa data base dan perangkat lunak. Perangkat lunak yang pertama kali dikembangkan adalah GES, singkatan dari Geothermal Engineering Software. Dengan perangkat lunak ini, pengguna dapat menyimpan, mengolah dan menganalisa data untuk mengetahui kemampuan produksi sumur, kehilangan tekanan dan kehilangan panas di pipa alir panas bumi, simulasi sumur panas bumi dan potensi listrik panas bumi serta daya listrik dari PLTP atau konsumsi uap yang dibutuhkan oleh PLTP.
Pada tahun 1998, Lab. Geothermal mengembangkan Geothermal_MIS, singkatan dari Managment Information System. Dengan menggunakan data base ini, pengguna dapat melihat lokasi dan informasi mengenai panas bumi di Indonesia secara cepat. Pada tahun 1999, Lab Geothermal mengembangkan SAR_Geothermal, singkatan dari Sistim Analisa Resiko, untuk membantu pengambil keputusan menganalisa kelayakan teknis dan keekonomian proyek panas bumi, serta menganalisa sensitivitas harga listrik terhadap keekonomian.
Pada tahun 2001, dibuat IRIS (Integrated Reservoir Information System), yaitu perangkat lunak yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisa data Teknik Eksplorasi dan data-data hasil pengukuran dan pengujian sumur secara terintegrasi. IRIS dilengkapi dengan GETools, singkatan dari Geothermal Engineering Tools, yaitu software yang dibuat untuk perhitungan-perhitungan di bidang drilling, produksi, reservoir, produksi dan sifat terdinamika dan geokimia.
Lab. Geothermal juga memiliki TOUGH2 yaitu simulator (software) yang dikembangkan di Lawrence Berkeley Laboratory (Pruess, 1988) untuk memodelkan reservoir dan memprediksi kinerja reservoir. Untuk memudahkan pemasukan data dan analisis output dari TOUGH2, Lab. Geothermal membuat I_TOUGH2 Interface. Disamping mengembangkan data base dan perangkat lunak, Lab. Geothermal juga mengembangkan Interactive-CD untuk belajar secara mandiri dan interaktif.
PENDIRIAN PUSAT STUDI DAN PENELITIAN PANAS BUMI
Untuk merealisasikan rencana Pemerintah, yaitu menjadikan Indonesia sebagai center of excelence panas bumi di dunia, ITB perlu mengawali langkahnya dengan mendirikan Centre of Geothermal Studies and Research (CGSR) atau Pusat Studi dan Penelitian Panas Bumi, dan menjajagi diperolehnya dukungan dan kerjasama dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, BAPPENAS, Pemerintah Propinsi Jawa Barat, Industri Panas Bumi dan Perguruan Tinggi yang memberikan pendidikan panas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri. CGSR akan terdiri dari (1) Pusat Informasi, (2) Pusat Kajian Potensi Sumberdaya dan Cadangan, (3) Pusat Kajian Keekonomian, (4) Pusat Pelatihan, (5) Lembaga Akreditasi, dan (6) Pusat Penelitian dan (7) Pusat Pengembangan Perangkat Lunak.
Pusat Informasi akan mengembangkan data base, antara lain memuat informasi mengenai panas bumi Indonesia yang sifatnya dapat diinformasikan ke publik, referensi/pustaka hasil penelitian dan kajian panas bumi (dari seminar, kongres, workshop panas bumi), serta memuat petunjuk (guidelines) penentuan sumberdaya dan cadangan panas bumi, petunjuk untuk menganalisa keekonomian proyek panas bumi, informasi tentang biaya dari berbagai referensi (untuk benchmarking) dan berbagai informasi lainnya.
Pusat Kajian Potensi Sumberdaya dan Cadangan dan Pusat Kajian Keekonomian pada prinsipnya akan memberikan jasa konsultasi. Konsultasi akan diberikan oleh working group, yang terdiri dari ahli panas bumi/profesional, baik dari dalam maupun di luar negeri. Pusat pelatihan akan mengembangkan program pelatihan, materi pelatihan dan menyelenggarakan pelatihan dengan pengajar ahli panas bumi, baik dari dalam maupun luar negeri.
CGSR dapat menjadi lembaga akreditasi. Pusat Penelitian akan menyusun program penelitian yang mengarah kepada pengurangan biaya eksplorasi, eksploitasi panas bumi dan pengembangan teknologi untuk mengoptimalkan pemanfaatan panas bumi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pusat Pengembangan Perangkat Lunak akan mengembangkan perangkat lunak sebagaimana telah dirintis oleh Lab. Geothermal.
PENINGKATAN KEMAMPUAN REKAYASA DAN RANCANG BANGUN
Untuk memenuhi ketentuan UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi, Pasal 32, pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri harus dimaksimalkan. Hingga saat ini komponen import masih sangat tinggi. Dari sekarang harus segera dirintis upaya agar komponen yang sebagian besar belum dapat diproduksi dalam negeri, seperti turbin dan generator, instrumen dan pipa alir permukaan serta casing, di masa yang akan datang dapat dipenuhi dari dalam negeri. Dengan berkurangnya komponen import, biaya pengembangan lapangan dan biaya pembangkit dapat menjadi lebih rendah.
KESIMPULAN
Agar kemandirian di bidang panas bumi dapat diwujutkan, ITB akan terus melaksanakan peningkatan kapasitas di bidang panas bumi, dengan sasaran menjadikan ITB sebagai sarana peningkatan kompetensi SDM panas bumi. Untuk merealisasikan rencana Pemerintah, yaitu menjadikan Indonesia sebagai centre of excelence panas bumi di dunia, ITB perlu mengawali langkahnya dengan mendirikan Centre of Geothermal Studies and Research. Mengingat peningkatan kapasitas adalah proses jangka panjang yang berkelanjutan, ITB membutuhkan dukungan nyata dari stakeholders.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar